Artikel Hukum




Oleh : Ayopri Al Jufri*

Banyak temuan dikalangan masyarakat, ketika mengalami masalah hukum tidak tahu caranya harus kemana meminta bantuan, kebingungan itu disebabkan karena minimnya pengetahuan tentang hukum, selain itu juga masalah hukum cukup menyita waktu dan fikiran, baik yang terkena masalah hukum maupun pihak keluarga, selain itu persoalan biaya dalam menjalani proses hukum juga cukup besar, mulai biaya transportasi, hingga jasa pendampingan, pembelaan hukum oleh Kuasa Hukum.

Mengapa harus ada biaya pendampingan, pembelaan hukum?. Untuk menjawab ini perlu saya paparkan secara pajang dalam tulisan ini, namun nanti saya akan sajikan pula solusi mendapatkan pendampingan, pembelaan hukum secara Prodeo (Gratis).

Yang pertama, pendampingan, pembelaan hukum membutuhkan biaya cukup besar. Kita harus tahu biaya itu untuk apa saja, yang jelas, bagi Penerima Kuasa Hukum (Advokad / Pengacara) adalah sebuah keharusan adalah Sarjana Hukum yang telah memiliki Sertifikat Pendidikan profesi, dan harus lulus tes sebagai Advokad / Pengacara, setelah itu baru proses sumpah kemudian memiliki SK (Surat Keputusan) praktek beracara. Oleh karena itu, menjadi praktisi hukum itu memerlukan proses legal formal yang cukup panjang, dan juga membutuhkan biaya cukup banyak, selain itu para profesi Advokad / Pengacara memiliki keluarga yang harus dinafkahi dengan cara bekerja sebagai praktisi hukum tersebut.

Selain proses legal formal profesi yang cukup panjang, seorang praktisi hukum juga memerlukan biaya operasional dalam melakukan pendampingan, tidak jarang pendampingan hukum itu keluar kota bahkan keluar negeri, sedangkan para praktisi hukum tersebut tidak mendapatkan gaji dari pemerintah, karena memang bukan pejabat atau penyelenggaran negara. 

Dengan melihat realita lapangan seperti urain diatas, kita dapat pahami persoalan hukum yang menimpa seseorang cukup menyita waktu, tenaga dan biaya, terutama keluarga, maka dari itu diperlukan ahli yang memang betul-betul profesional, kompeten, pengalaman luas, adapun profesi yang dibolehkan oleh Undang-undang, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 adalah Advokad, selain itu jasa Pendampingan, pembelaan hukum didepan sidang dilarang dan tentu ditolak oleh hakim. 

Kedua pendampingan / pembelaan Hukum Gratis (Prodeo), itu telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomer 1 tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Pelayanan Hukum bagi Masyarakat tidak mampu di Pengadilan. Dasar hukum ini merupakan angin segar bagi masyarakat tidak mampu apabila mengalami masalah hukum agar menemukan solusi. 

Masyarakat umum Harus tahu tentang ini, terutama organisasi kemahasiswaan dan organisasi masyarakat, dimana peran sosial dalam memberikan arahan kepada masyarakat, bahwa ada cara pendampingan, pembelaan hukum secara Gratis, bagi masyarakat tidak mampu, baik itu Perkata Perdata, Pidana maupun perkara lain. 

Bahwa betul masyarakat yang tidak mampu membayar jasa advokat, dapat mendapatkan jasanya secara gratis. Ada dua cara untuk mendapatkan jasa advokat secara gratis, pertama meminta bantuan hukum (legal aid) ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan. Kedua, meminta bantuan hukum secara cuma-cuma kepada advokat (pro bono). Perlu kita pahami terlebih dulu perbedaannya.

Pertama, istilah bantuan hukum (legal aid) dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, didefinisikan sebagai jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.

Sedangkan istilah bantuan hukum secara cuma-cuma (pro bono) adalah jasa hukum yang diberikan advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu, yang mengacu pada Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Maka perlu dipahami dan dibedakan terlebih dahulu definisi tersebut. Menurut Luhut M.P. Pangaribuan dalam artikel Perbedaan Pro Bono dengan Bantuan Hukum (Legal Aid), bantuan hukum merupakan derma atau kebijakan bidang kesejahteraan sosial dari pemerintah, sementara pro bono berasal dari value system para advokat yang harus menjaga kehormatan profesinya itu.

Meminta Bantuan Hukum (Legal Aid) Kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH)

Bantuan Hukum (legal aid) diberikan kepada penerima bantuan hukum yang menghadapi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun non-litigasi. Pemberi bantuan hukum memberikan bantuan hukum yang meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum.

Legal aid diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) dan dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum untuk membantu penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi penerima bantuan hukum.

Jika melihat secara cermat, legal aid lebih spesifik karena terbatas kepada pemberi bantuan hukum, yaitu adalah lembaga bantuan hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan dan melaksanakan bantuan hukum berdasarkan UU Nomer 16 tahun2011. syaratnya adalah:

1. Berbadan hukum

2. Terakreditasi

3. Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;

4. Memiliki pengurus; dan

5. Memiliki program Bantuan Hukum.

Menkumham mengawasi dan memastikan penyelenggaraan bantuan hukum dan pemberian bantuan hukum dijalankan sesuai asas dan tujuan yang ditetapkan, serta melakukan verifikasi dan akreditasi terhadap lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan untuk memenuhi kelayakan sebagai pemberi bantuan hukum.

Jika Anda tidak mampu membutuhkan bantuan hukum dari LBH atau organisasi kemasyarakatan sebagai pemberi bantuan hukum, maka Anda disebut sebagai Penerima Bantuan Hukum yaitu setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri (meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan).

Adapun untuk memperoleh legal aid ini, pemohon (penerima bantuan hukum) harus memenuhi syarat-syarat:

1. Mengajukan permohonan secara lisan atau tertulis yang berisi sekurang-kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan bantuan hukum;

2. Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan

melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.

Jadi berdasarkan penjelasan tersebut, berarti untuk mendapatkan legal aid (bantuan hukum) dari pengacara di LBH atau organisasi kemasyarakatan harus memenuhi syarat di atas salah satunya adalah surat keterangan miskin. Lalu bagaimana untuk pro bono (meminta bantuan hukum kepada advokat)?

Meminta Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma Kepada Advokat (Pro Bono) 

Apabila melihat kembali perbedaan definisi antara legal aid dan probono pada penjelasan di atas akan jelas terlihat bahwa pro bono diberikan oleh advokat di mana-pun ia berada (tidak terbatas pada LBH atau organisasi kemasyarakatan).

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 dan Pasal 10 PP 83/2008 dan Pasal 5 Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma (Peraturan Peradi 1/2010) pemberian pro bono tidak terbatas di dalam ruang sidang/pengadilan (pada setiap tingkat proses peradilan), tetapi juga dilakukan di luar pengadilan. Advokat harus memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bantuan hukum yang dilakukan dengan pembayaran honorarium.

Pengaturan mengenai pro bono ini mengacu pada UU 18/2003, PP 83/2008, dan Peraturan Peradi 1/2010. Ketiga peraturan tersebut menyebutkan bahwa advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.

Pencari keadilan yang tidak mampu adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu yang memerlukan jasa hukum advokat untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum.

Untuk memperoleh pro bono, pencari keadilan mengajukan permohonan tertulis atau lisan yang ditujukan:

1. langsung kepada advokat; atau

2. melalui organisasi advokat; atau

3. melalui LBH.

Permohonan tertulis tersebut sekurang-kurangnya harus memuat:

1. Nama, alamat, dan pekerjaan pemohon; dan

2. Uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan bantuan hukum.

3. Melampirkan keterangan tidak mampu yang dibuat oleh pejabat yang berwenang.

Dengan demikian dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan legal aid (bantuan hukum) atau probono dari advokat, memang membutuhkan surat keterangan miskin atau surat keterangan tidak mampu dari pejabat yang berwenang, hal itu sebagai syarat untuk mendapatkan jasa hukum.

Jadi jelas sudah, peran pemerintah dalam memberikan pelayanan keadilan hukum ditengah-tengah masyarakat sudah sangat benar, dengan adanya pelayanan pendampingan dan pembelaan hukum secara gratis telah terpenuhi Pancasila Sila ke lima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, terutama bidang hukum.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma;

4. Peraturan Peradi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.

*Penulis Alumni STAIN Jember (UIN KHAS Jember), Aktif di Lembaga Bantuan Hukum Adhikara Pancasila Indonesia (LBH API), dan Tim Hukum Media Berita Nasional Zona Post Indonesia.

Alamat Kantor : 

Jl. Pelita No.mor 25, Tamansari Indah, Tamansari, Kec. Bondowoso, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur 68216




Oleh : Ayopri Al Jufri*

Salahsatu dalam hukum keluarga dalam islam adalah hukum waris, dimana hukum ini bersifat perdata menurut hukum umum, hukum waris seharusnya jadi perhatian serius mengingat pentingnya, kenapa hukum waris perlu perhatian serius? karena banyak temuan kasus di lapangan, banyak sengketa waris yang berlanjut ke sidang, dan banyak pertengkaran antar saudara karena waris, hubungan silaturahmi terputus karena waris. Bahkan ada mitos di desa, Harta warisan itu angker, penerima waris yang tidak amanah bisa berakibat buruk pada jalan hidupnya, begitu pentingnya persoalan warisan, sehingga persoalan mistik pun diyakini karena warisan. 

Sebenarnya bagaimana sih melaksanakan Hukum Waris yang benar agar kita tidak menimbulkan efek kurang baik, baik itu urusan dunia atau urusan akhirat, serta bagaimana syarat dan rukunnya?

Sebelumnya kita harus tahu pengertian waris itu sendiri, Secara istilah, kewarisan adalah pengalihan pemilikan harta benda dari seorang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.

Dasar hukum kewarisan dalam Islam ini tercantum dalam Alquran surah An-Nisa ayat 7:

لِّلرِّجَالِ نَصِیبࣱ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَ ٰ⁠لِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِیبࣱ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَ ٰ⁠لِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنۡهُ أَوۡ كَثُرَۚ نَصِیبࣰا مَّفۡرُوضࣰا

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan," (An-Nisa : 7).

Begitu sempurnanya hukum islam, seluruh sendi kehidupan manusia diatur sedemikian rupa, dalam rangka tertibnya kehidupan manusia, persoalan harta peninggalan ketika orang sudah wafat diataur secara apik, agar tidak menimbulkan percekcokan bagi keluarga yang ditinggalkan. Perlu diketahui, dalam hukum waris juga ada syarat dan rukun yang patut dipatuhi, agar dalam pembagian warisan sesuai ketentuan agama islam, tentu konteks Indonesia juga selaras dengan hukum umum (Hukum Perdata), sebagaimana yang diatur oleh pemerintah. 

Di Indonesia, hukum kewarisan diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), mulai pasal 171 yang mengatur tentang pengertian pewaris, harta warisan, dan ahli waris.

Aturan mengenai kewarisan juga bersumber pada UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Karena pentingnya urusan kewarisan ini, terdapat beberapa aturan dasar yang harus diketahui, mencakup syarat-syarat, rukun kewarisan, serta manfaatnya dalam Islam.

Syarat-syarat Kewarisan

Terdapat empat syarat dan tiga rukun dalam ketentuan kewarisan dalam Islam sebagai berikut:

1. Yang mewariskan harta sudah meninggal

Kendati orang yang akan mewariskan hartanya sudah koma atau sakit keras berkepanjangan, namun jika belum benar-benar meninggal, maka hartanya tidak boleh diwariskan.

Status meninggal ini juga bisa dinyatakan oleh hakim. Sebagai misal, jika seseorang telah lama hilang dan tidak ada kabarnya, kemudian atas pengajuan pihak keluarga ke pengadilan, lalu hakim memutuskan bahwa orang tersebut meninggal dunia, maka setelah itu harta warisan boleh dibagikan.

2. Ahli waris masih hidup

Jika yang mewariskan harta sudah meninggal dunia, maka yang berhak menerima warisan syaratnya harus dalam keadaan hidup. Setelah itu, barulah harta warisan bisa diatur pembagiannya.

3. Terdapat hubungan antara ahli waris dan pewaris harta

Kewarisan dinyatakan sah jika terdapat hubungan antara si mayat dan ahli waris. Hubungan itu dapat berupa hubungan kekerabatan, pernikahan, atau memerdekakan budak (wala').

4. Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-penghalang untuk mendapatkan warisan.

Rukun-Rukun Kewarisan

Selain syarat-syarat kewarisan, terdapat tiga rukun yang harus terpenuhi agar harta warisan dapat dibagi yaitu:

1. Terdapat orang yang mewariskan (Al-Muwarist)

Orang yang mewariskan adalah si mayat yang memiliki harta warisan.

2. Terdapat orang yang berhak mewarisinya (Al-Warist)

Orang yang berhak menerima warisan adalah orang yang memiliki hubungan dengan si mayat, baik itu hubungan kekerabatan, perkawinan, dan lain sebagainya.

3. Terdapat harta warisan (Al-Maurust)

Rukun ketiga dari kewarisan adalah adanya harta yang diwariskan setelah kematian si mayat.

Menurut KUH Perdata, Adapun yang patut menjadi ahli waris dan yang tidak patut menjadi ahli waris adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan Pasal 832 KUH Perdata, bahwa yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah, maupun diluar kawin dan suami istri yang hidup terlama.

2. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau, mencoba membunuh si yang meninggal

3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiat.

4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau mamalsukan surat wasiat si yang meninggal.

Manfaat Kewarisan dalam Islam

1. Intinya, ketentuan mengenai waris-mewarisi harta ini bertujuan untuk menciptakan jalan keluar yang adil untuk semua ahli waris.

2. Aturan kewarisan yang sudah diatur dengan tegas dan rinci dapat menumbuhkan ketentraman dan suasana kekeluargaan yang harmonis.

3. Ketentuan kewarisan juga mencegah konflik dan pertikaian keluarga. Jika aturan tersebut diterapkan dengan bijaksana, maka akan terhindar pertikaian antara angota keluarga satu dengan yang lainnya.

Jadi jelas, bahwa harta warisan itu sebenarnya tidak angker, harta akan berkah manakala kita menjalankan amanah warisan dengan sebenarnya sesuai ketentuan, baik secara agama maupun secara hukum negara, yang sering menimbulkan pertikaian dalam harta warisan karena beberapa faktor, diantaranya, adanya pembagian yang tidak adil, rasa tamak salahsatu ahli waris sehingga menimbulkan tidak puas, adanya kecemburuan dalam pembagian, adanya ketidak pastian dalam pembagiannya, sehingga menimbulkan saling klaim hak waris. 

Dalam melaksanakan Hukum Waris seharusnya diadakan secara musyawarah, dan atas bimbingan ahli hukum yang mengerti tentang waris, agar proses pembagiannya secara adil.  Lebih-lebih orang yang memiliki harta sudah mewasiatkan hartanya ketika masih hidup, sehingga ketika sudah tiada ahli waris yang ada sudah tahu akan haknya masing-masing. 

Persoalan harta ini memang sangat menggiurkan semua orang, apabila pembagiannya ada pihak yang merasa tidak adil akan menimbulkan pertikaian dan sengketa, setelah terjadi pertikaian yang akan terjadi bisa berimbas pada hal-hal pidana, yang paling kurang baik adalah putusnya silaturahmi antar keluarga karena sengketa waris. 

Perlu diketahui bersama, sengketa waris ini pasli yang akan berselisih antar saudara, tidak mungkin selisih perkara waris dengan orang lain, kecuali harta warisannya sudah dijual kepada orang lain oleh salahsatu keluarga tanpa sepengetahuan, tentu pihak pembeli nanti akan terlibat, namun yang paling inti dalam penyelesaian sengketa waris akan dipertemukan antara kedua belah pihak yang sama-sama memilik hak pada harta warisnya.

Waris maslahah tanpa masalah, adalah harapan bersama, memiliki harta warisan demi kebaikan bersama yang membawa barokah pada keluarga tanpa adanya perselisihan. Tentu hal itu akan terwujud jika syarat dan rukun telah sesuai, musyawarah mufakat, adanya rasa saling menerima hak sesuai ketentuan, dan yang paling penting pendidikan akhlaq dari orangtua semasa masih hidup, kepada semua ahli warisnya, agar lebih mementingka persaudaraan daripada hanya persoalan harta.

 *Penulis Alumni STAIN Jember (UIN KHAS Jember), Aktif di Lembaga Bantuan Hukum Adhikara Pancasila Indonesia (LBH API), dan Tim Hukum Media Berita Nasional Zona Post Indonesia.





Oleh : Ayopri Al Jufri*

Sebagian orang awam bidang hukum kadang bingung mau menyesaikan masalah hukumnya mau kemana, karena persoalan hukum yang menimpa seseorang sangat menyita fikiran dan tenaga untuk menang atau bebas, ada yang berfikir ke Advokad / Pengacara, ada yang ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau ke Firma Hukum. 

Oleh karena itu dalam tulisan ini saya perlu paparkan jenis lembaga bantuan hukum jika anda mengalami masalah hukum, berikut juga saya paparkan jenis masalah yang dapat diselesaikan baik dengan jalan pengadilan (Litigasi) atau diluar pengadilan (Non litigasi).

Jenis-jenis bantuan Hukum : 

1. Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

LBH merupakan salah satu pemberi bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. LBH dapat melakukan rekrutmen advokat, namun tidak semua advokat merupakan anggota LBH. LBH yang diwajibkan memberikan jasa hukum secara cuma-cuma dan ada sanksi pidana bagi LBH yang menerima dan/atau meminta bayaran.

2. Advokat 

Advokad merupakan orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Jika LBH merupakan sebuah organisasi, advokat merupakan seorang individu. Advokat dapat menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikannya. 

3. Firma Hukum

Firma atau sering juga disebut Fa, adalah sebuah bentuk persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan memakai nama bersama.

Firma (dari bahasa Belanda venootschap onder firma; secara harfiah: perserikatan dagang antara beberapa perusahaan) atau sering juga disebut Fa, adalah sebuah bentuk badan usaha untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih (disebut Firmant) dengan memakai nama bersama atau satu nama yang digunakan bersama untuk memperluas usahanya. 

Menurut Manulang (1975) persekutuan dengan firma adalah persekutuan untuk menjalankan perusahaan dengan memakai nama bersama. Jadi ada beberapa orang yang bersekutu untuk menjalankan suatu perusahaan.

Firma hukum adalah praktik yang dijalankan oleh lebih dari satu orang, yang spesifik secara spesifik dalam bidang hukum.

Secara umum, hal itu hampir sama dengan pendirian firma usaha umumnya, menggunakan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 16. Hal itu juga harus memenuhi persyaratan sesuai Undang-undang Advokat Nomor 18 tahun 2013, dimana diarahkan pada urusan terkait eksistensi pelaksanaan profesi advokat.

Firma Hukum ada dua jenis, diantaranya : 

1. Firma Hukum Tunggal atau Solo

Bentuk firma hukum satu ini dikelola secara mandiri oleh pendirinya yang seorang saja. Sehingga otomatis semua kebutuhan akan ditanggung secara pribadi oleh orang-orang tersebut. Tinggal nanti dalam pelaksanaan bisa dibantu oleh beberapa orang pegawai ketika diperlukan.

2. Firma Hukum Kemitraan 

Sedangkan untuk jenis ini, jelas untuk firma hukum yang didirikan oleh beberapa orang yang memang berkompeten di bidangnya. Jadi otomatis seluruh beban mulai dari pendirian hingga pengelolaan usaha akan ditanggung oleh beberapa orang yang terlibat. 

Sampai disini perlu saya beri garis  besar memahami 3 Jenis Bantuan Hukum ;

1. Lembaga Bantuan Hukum (LBH)

Memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat tidak mampu, karena salahsatu syarat meminta bantuan hukum ke LBH adalah surat keterangan tidak mampu dari desa atau kelurahan, selain itu badan hukum LBH berbentuk Yayasan, dimana fungsi dari Yayasan adalah Sosial, Pendidikan dan Keagamaan. 

2. Advokad dan Firma Hukum

Sebagaimana penjelasan diatas, Advokad adalah personal yang memiliki ijin profesi resmi beracara yang dikeluarkan oleh organisasi Advokad, dan perannya dibolehkan memperoleh honorarium dari klien, sedangkan Firma Hukum adalah persekutuan usaha oleh seorang Advokad atau Kemitraan, persekutuan ini juga dibolehkan memperoleh Honorarium atas jasa pendampingannya. 

Tidak semua permasalahan diartikan sebuah kasus hukum, kasus hukum adalah permasalahan yang digugat sudah tercatat di lembaga hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan, sedangkan permasalahan berasal dari kata Masalah (bahasa Inggris: problem) didefinisikan sebagai suatu pernyataan tentang keadaan yang belum sesuai dengan yang diharapkan. Bisa jadi kata yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan. Masalah biasanya dianggap sebagai suatu keadaan yang harus diselesaikan. Umumnya masalah disadari "ada" saat seorang individu menyadari keadaan yang ia hadapi tidak sesuai dengan keadaan yang diinginkan. 

Permasalahan dapat diselesaikan dengan dua Cara, Pertama, jika dapat diselesaikan cara musyawarah, Negosiasi dan Mediasi, maka permasalahan tersebut selesai secara Non Litigasi, hal ini bisa menggunakan jasa Paralegal (Asisten Advokad / Pengacara), Kedua, jika masalah berlanjut ke Lembaga Hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan atau Pengadilan, itulah yang disebut Kasus Hukum atau Masalah Hukum dan harus diselesaikan secara hukum, jika demikian maka Peran Advokad, Firma Hukum dan Lembaga Bantuan Hukum untuk memberikan pendampingan. 

Dari paparan diatas semoga memeberikan wawasan hukum dan sedikit tahu tentang prosedur melakukan penyelesaian permasalahan Hukum, diharapkan adanya tulisan ini memberikan penyadaran hukum kepada masyarakat luas, sehingga wawasan hukum dapat diketahui oleh semua kalangan, dengan tujuan memberikan penyadaran secara holistik bidang Hukum. 

*Penulis Alumni STAIN Jember (UIN KHAS Jember), Aktif di Lembaga Bantuan Hukum Adhikara Pancasila Indonesia (LBH API), dan Tim Hukum Media Berita Nasional Zona Post Indonesia.



 


CARA MENGAJUKAN CERAI LENGKAP PADA PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI

 

Untuk sedikit memahami sekelumit tentang apa itu perceraian, mengutip dai wikipedia, perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Perceraian merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Perceraian dipahami sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami istri yang kemudian hidup terpisah dan diakui secara sah berdasarkan hukum yang berlaku. (wikipedia)

Sedangkan kata cerai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pisah atau putus hubungan sebagai suami istri.

Lebih lanjut, mengutip Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan menjadi putus karena kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan. Namun, dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak disebutkan secara khusus definisi dari cerai hidup dan cerai mati. Secara lengkap "cerai hidup dan cerai mati" dapat kita temui dalam Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)

Dari kutipan-kutipan diatas dapat dipahami bahwa perceraian adalah berakhirnya pernikahan antara suami dan istri, baik cerai hidup maupun cerai mati. Dalam hal cerai hidup, suami atau istri dapat mengajukan gugatan cerai ke pengadilan. Ketika kasus ditangani pengadilan, untuk mencapai putusan pengadilan yang sah menyatakan cerai, terdapat tahapan-tahapannya. Yakni harus melalui tahap mediasi terlebih dulu, menghadirkan saksi-saksi secara langsung pada persidangan, dan jika alasan pisah dapat dibuktikan dan diterima, maka pengadilan akan mengabulkan gugatan cerai tersebut.

 

Langkah Mengajukan Gugatan Cerai Kepada Pengadilan Agama ataupun Pengadilan Negeri

Perceraian terjadi karena sebab tertentu dalam hubungan rumahtangga antara suami atau istri yang tidak dapat lagi mempertahankan ikatan pernikahan mereka. Tentu harus dipaerhatikan dan dipahami, bahwa cerai adalah jalan terakhir untuk mengakhiri kemelut rumah tangga yang terjadi. Jika itu sudah keputusan yang dibuat secara bulat dan bersama.

Sebelum melanjutkan pada langkah-langkah untuk memproses dan mengajukan cerai, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa terdapat kewenangan Pengadilan yang dapat membedakan pada pengadilan manakah gugatan cerai anda ajukan. Apabila cerai diajukan oleh orang beragama selain Agama Islam, dapat diajukan pada Pengadilan Negeri, sedangkan apabila cerai diajukan oleh orang yang beragama Islam, maka harus diajukan pada Pengadilan Agama.

Dalam hal perceraian antara orang beragama Islam, gugatan yang diajukan oleh sang suami harus menggunakan konsep permohonan dan si suami bertindak sebagai Pemohon Cerai Talak. Sedangkan apabila gugatan diajukan oleh sang Istri, maka haruslah menggunakan konsep gugatan dan si Istri bertindak sebagai Penggugat dalam gugatan cerai yang diajukan.

Jika telah dipahami klasifikasi sederhana di atas, maka pembahasan dapat kila lanjutkan kepada tahapan proses pengajuan. Berikut langkah-langkah mengajukan gugatan cerai:

1.      Mempersiapkan Segala Dokumen yang Dibutuhkan

Dokumen-dokumen yang perlu Anda siapkan dalam pengajuan gugatan cerai cukup banyak, meliputi:

a.       Surat Nikah Asli

b.      Fotokopi Surat Nikah

c.       Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari Pemohon / Penggugat

d.      Fotokopi Kartu Keluarga (KK)

e.       Fotokopi Akte Kelahiran Anak (jika memiliki anak)

f.       Meterai

 

2.      Membuat Surat Permohonan Cerai Talak ataupun Gugatan Cerai

Pembuatan Surat Permohonan Cerai Talak ataupun Gugatan Cerai dapat anda buat sendiri dengan mempertimbangkan kronologi dan alasan-alasan hukum yang mendasari keinginan anda untuk bercerai.

Surat permohonan cerai talak ataupun gugatan cerai haruslah mencantumkan alasan menggugat cerai. Alasan gugatan cerai harus dapat diterima pengadilan, seperti ada unsur penganiayaan, penelantaran, kekerasan, pertengkaran terus menerus, dan alasan lainnya. 

Atau apabila tidak bisa membuatnya, anda dapt langsung meminta bantuan pusat bantuan hukum di pengadilan guna membuat surat gugatan.

 

3.      Cara Mendaftarkan Gugatan Cerai kepada Pengadilan Agama ataupun Pengadilan Negeri

Setelah mempersiapkan segala dokumen yang dibutuhkan termasuk gugatan, Anda dapat pergi mendaftarkan gugatan cerai ke Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri. Anda hanya perlu datang dan mengikuti antean pendaftaran.

4.      Mempersiapkan Segala Biaya Perceraian

Biaya selama masa sidang cerai wajib dibayar pihak yang mengajukan gugatan cerai. Biaya-biaya tersebut, antara lain biaya pendaftaran, biaya meterai, biaya proses (ATK), biaya redaksi, dan biaya panggilan sidang. Biaya yang dikeluarkan selama proses sidang perceraian tergantung dari kedua belah pihak yang bercerai. Kalau salah satu pihak tidak pernah menanggapi surat panggilan persidangan, maka pihak pengadilan berhak membebankan biaya yang lebih besar. Tapi, hal ini kembali lagi tergantung pada jumlah ketidakhadiran pihak yang bercerai.

5.      Mengetahui Tata Cara dan Proses Persidangan

Alur persidangan cerai secara umum akan melewati tahapan-tahapan berikut:

a.       Sidang Mediasi

Saat proses persidangan berjalan, kedua belah pihak harus menghadiri persidangan untuk mengikuti mediasi. Dengan adanya mediasi, diharapkan kedua belah pihak bisa berdamai dan menarik gugatannya. Akan tetapi, kalau keputusan untuk bercerai sudah bulat, maka akan dilanjutkan dengan pembacaan surat gugat perceraian.

b.      Sidang Pembacaan Gugatan

c.       Sidang Jawaban dari Tergugat ataupun Termohon

d.      Sidang Replik dari Penggugat ataupun Pemohon

e.       Sidang Duplik dari Tergugat ataupun Termohon

f.       Sidang Pembuktian

g.      Sidang Pemeriksaan Saksi-saksi

h.      Sidang Pemeriksaan Kesimpulan

i.        Sidang Putusan

Apabila pihak tergugat tidak pernah memenuhi panggilan dari pihak pengadilan untuk mengikuti sidang, maka pihak pengadilan dapat melanjutkan pemeriksaan dan membuat putusan verstek. Amar putusan ini kemudian akan dikirimkan kepada pihak tergugat sebagai bukti kalau pernikahan sudah diputus pengadilan.

Apabila pihak yang tergugat sama sekali tidak memberi tanggapan mengenai amar putusan, maka pihak pengadilan berhak membuat surat akta cerai.

j.        Pengambilan Akta Cerai

 

6.      Persiapan Dalam Pembuktian dan Pemeriksaan Saksi

Gugatan perceraian dapat berjalan lancar jika pihak penggugat memberikan alasan yang jelas terkait pengajuan gugatan cerai. Alasan ini juga akan disampaikan di pengadilan, alasan-alasan yang dibuat tersebut haruslah juga di buktikan dimuka persidangan, termasuk juga pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi yang dapat memperkuat alasan perceraian. Saksi-saksi tersebut haruslah secara langsung dihadirkan saat sidang perceraian.

 

7.      Penutup

Jika Anda masih merasa bingung dengan proses beracara di Pengadilan, ataupun anda tidak suka ribet untuk mengurus sendiri proses cerai, Anda bisa menggunakan jasa pengacara / Firma Hukum, yang akan membantu melancarkan semua pengurusan masalah perceraian Anda.

Dengan jasa yang diberikan Pengacara, Anda tidak perlu lagi hadir pada setiap proses persidangan secara langsung, melainkan proses-proses persidangan cerai Anda sepenuhnya dapat diwakilkan dan diproses secara tepat oleh Pengacara. 

Selain itu, dengan adanya bantuan jasa pengacara, Anda setidaknya sudah memiliki shield (tameng) untuk melindungi diri dari adanya potensi-potensi perseteruan yang mungkin bisa saja datang dari pasangan secara tiba-tiba.

 

Semoga Bermanfaat.





www.pengacaranusantara.com

# Firma Hukum Dedi Rahman Hasyim, S.H., M.H. dan Rekan

# Pengacara Terbaik

# Pengacara Perceraian




TATA CARA MENGHADAPI PERKARA / SENGKETA TANAH DI INDONESIA


Berbagai jenis permasalahan hukum acap kali terjadi dalam keseharian pada tataran masyarakat. Mulai dari permasalahan paling kecil dan sederhana, hingga permasalahan yang besar dan kompleks. Dari sebatas permasalahan dalam pengurusan identitas seperti KTP, SIM, KK, dan lainnya, hingga permasalahan sengketa bersekala besar yang terjadi antar perusahaan-perusahaan besar layaknya sengketa merek, sengketa aset, dan lainnya.

Secara garis besar, apabila memperhatikan perkara-perkara yang sering timbul dan terjadi, pada tataran masyarakat seringkali terjadi permasalahan / sengketa mengenai tanah, mulai dari permasalahan yang timbul dalam transaksi jual-beli tanah, permasalahan yang timbul dari hibah tanah yang tidak sesuai undang-undang,  permasalahan sengketa tanah yang timbul dari hak waris, dan banyak lagi pemicu permasalahan tanah lainnya.

Dalam kondisi perkara yang demikian, bagi masyarakat yang masih memiliki pemahaman hukum minim, seringkali merasakan kebingungan dalam menyikapi dan menghadapi sengketanya. Tidak jarang dengan latar belakang seperti itu, masyarakat mencari dan mengkonsultasikan permasalahan mereka terhadap orang lain yang dianggap lebih paham hukum. Tidak jarang pula kondisi demikian dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, yang tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, terlebih hanya bertujuan memanfaatkan kemelut yang terjadi dan hanya bertujuan menguntungkan diri sendiri.

Untuk itu, tulisan dan pemikiran ini kami dedikasikan untuk masyarakat secara luas yang sedang berhadapan dengan permasalahan tanah, sebagai pengetahuan dan acuan dasar untuk menghadapi dan menyikapi permasalahan tanah secara benar dan tepat.

Membahas mengenai sengketa, sebagai dasar dan untuk diketahui, bahwa kata "sengketa" dalam KBBI diartikan sebagai "sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat; pertengkaran; perbantahan"

Lebih sepesifik lagi, merujuk pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan (“Permen ATR/Kepala BPN 21/2020”), permasalahan dalam bidang pertanahan dibedakan menjadi:

1.  Sengketa pertanahan, yakni perselisihan tanah antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas.

2. Konflik pertanahan, yakni perselisihan tanah antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas.

3. Perkara pertanahan, yakni perselisihan tanah yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan.

Dari beberapa pemamaparan di atas, sengketa/konflik/perkara perihal pertanahan dapat dihadapi dengan beberapa kiat dan langkah berikut:

1.   Analisis Dasar Masalah

2.   Mencari Opsi Penyelesaian Permasalahan di Luar Pengadilan.

Apabila tidak berhasil;

3.   Melakukan Penyelesaian Permasalahan di Muka Pengadilan

Agar dapat lebih mudah dipahami, maka 3 (tiga) poin ini akan kami jabarkan secara lebih lengkap beserta penjelasannya.

Analisis Dasar Masalah

Yang dimaksud dalam poin ini adalah, upaya untuk melakukan pemahaman kasus secara lebih mendalam dengan memperhatikan dasar terjadinya permasalahan, aspek-aspek hukum dasar, dan pembuktian dasar atas permasalahan yang dihadapi. Pemikiran dasarnya adalah, 1. Setiap orang yang berperkara haruslah memahami dasar permasalahan yang dihadapi lebih dari orang lain, 2. Pemahaman setidak-tidaknya mengenai dasar tentang hak secara hukum atas tanah yang disengketakan, 3. Setiap sengketa tanah membutuhkan pembuktian-pembuktian yang mendasar untuk memperkuat argumentasi.

Lebih lengkap mengenai perihal bukti, dalam ranah perdata yang secara spesifik dibutuhkan dalam sengketa tanah dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah:

a.    Bukti Tertulis;

b.   Bukti Saksi;

c.    Persangkaan-persangkaan;

d.   Pengakuan;

e.    Sumpah;

 

Penyelesaian Permasalahan di Luar Pengadilan

Setelah langkah awal terselesaikan dengan sedemikian rupa, maka masyarakat yang sedang menghadapi permasalahan / sengketa tanah dapat menempuh proses selanjutnya, yakni memilah dan memilih opsi penyelesaian perkara di luar ranah pengadilan.

Dalam langkah lanjutan ini dapat digunakan langkah mediasi, langkah mediasi ini dapat dilakukan dengan bantuan Pemerintah Desa, ataupun masyarakat yang bersengketa tanah dapat juga melakukan mediasi dengan memilih menggunakan jasa mediator. Dalam mediasi ini dapat ditentukan resolusi konflik dengan tatacara yang sesuai dengan hukum.

Selain mediasi, masyarakat yang sedang berperkara tanah dapat juga menggunakan jalan penyelesaian melalui fasilitas Badan Pertanahan Nasional. Hal demikian sebagaimana diatur dalam  Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan (“Permen ATR/Kepala BPN 21/2020”).

 

Penyelesaian Permasalahan di Muka Pengadilan

Langkah terakhir apabila pilihan penyelesaian sengketa tanah di luar pengadilan tidak dapat tercapai dan terselesaikan, langkah akhir yang masyarakat tempuh dalam mencari keadilan atas sengketa tanah adalah dengan pengajuan gugatan kepada Pengadilan.

Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksu diatas dilakukan dengan mempertimbangkan kewenangan mengadili dari Pengadilan. Hal ini sangat penting dengan mempertimbangkan jenis perkara tanah yang dihadapi. Sebagai contoh sengketa tanah yang timbul dari perselisihan hak dengan pihak lain dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri, sendangkan sengketa tanah yang bermuasal dari harta waris maka harus diajukan kepada Pengadilan Agama, demikian seterusnya.

 

Penutup

Demikiran beberapa kiat dalam menghadapi sengketa tanah, semoga dapat memberikan pemahaman mendasar bagi masyarakat luas yang sedang menghadapi permasalahan tanah.

Namun apabila dari tulisan dan buah pemikiran diatas dirasakan masih menyisakan pertanyaan yang lebih kompleks dan membutuhkan arahan secara lebih spesifik, secara terbuka kami mempersilahkan anda untuk menghubungi dan mengkonsultasikan permasalahan anda kepada Firma Hukum DRH dan Rekan pada kontak yang telah tersedia.

Semoga bermanfaat.


 

 

 

 

 

www.pengacaranusantara.com
# Firma Hukum Dedi Rahman Hasyim, S.H., M.H. dan Rekan
# Pengacara Terbaik
# Pengacara Tanah

AND1 Design

{facebook#https://web.facebook.com/AND1streetballer}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget