PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH PROSEDUR DAN PROSESNYA

 


Oleh : Lembaga Bantuan Hukum Adikara Pancasila Indonesia (LBH API)*

Ada anggapan di dalam masyarakat umum, bahwa Sertifikat Hak Milik tanah adalah final, sudah tidak bisa diganggu gugat, sehingga bagi pihak yang merasa dirugikan sudah merasa putus harapannya  secara hukum, jika itu benar terjadi maka ketimpangan hukum akan terjadi, dan akan membuka lebar motif kejahatan dalam kepemilikan tanah, padahal dalam hukum, sebenarnya ada ruang bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk melakukan gugatan pembatalan, karena semua warga negara mendapat perlakuan sama dihadapan hukum.

Jika kepemilikan tanah dengan terbitnya sertifikat dianggap final, bagaimana jika ada kekeliruan ukur atau kesalahan administrasi,  apakah tidak bisa diubah? Tentu itu juga jadi permasalahan di masyarakat, maka ruang hukum harus ada untuk membenahi celah-celah kesalahan tersebut.

Modus mafia tanah banyak terjadi, karena minimnya pengetahuan di masyarakat, selain itu tentang prosedur dan ilmu tentang pertanahan hanya dikuasi oleh orang-orang tertentu,  oleh karena itu dalam tulisan ini diharapkan memberikan pemahaman secara utuh dan singkat kepada masyarakat umum akan pentingnya faham tentang kepemilikan hak atas tanah serta solusi dalam melakukan pembenahan kekeliruan dalam sertifikat kepemilikan tanah.

Pembatalan Sertifikat Hak atas Tanah

Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permen Agraria/BPN 9/1999”) mendefinisikan pembatalan hak atas tanah sebagai pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administratif dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah inkracht.

Selain karena alasan administratif, pembatalan sertifikat hak atas tanah juga dapat terjadi dalam hal ada pihak lain yang dapat membuktikan bahwa suatu bidang tanah yang sudah diterbitkan sertifikat itu adalah secara sah dan nyata miliknya dan hal tersebut didukung dengan adanya putusan pengadilan yang telah inkracht.

Tidak ada perbedaan antara pembatalan sertifikat hak atas tanah dengan pembatalan hak atas tanah, karena akibat dari pembatalan sertifikat hak atas tanah, maka batal pula hak atas tanah tersebut.

I. Pembatalan Sertifikat Hak atas Tanah
Pembatalan sertifikat dapat dilakukan di luar mekanisme peradilan

Permohonan Pembatalan Sertifikat Hak atas Tanah Pembatalan sertifikat dapat dilakukan di luar mekanisme peradilan, yaitu dengan cara mengajukan permohonan yang diajukan secara tertulis kepada Menteri atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

Mekanisme tersebut diatur pada Pasal 110 jo. Pasal 108 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999.

Permohonan dapat dilakukan jika diduga terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat itu sebagaimana diatur pada Pasal 106 ayat (1) jo. Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999 sebagai berikut:

Pasal 106 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999
Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh Pejabat yang berwenang tanpa permohonan.

Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999
Cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 (1) adalah:
1. Kesalahan prosedur;
2. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
3. Kesalahan subjek hak;
4. Kesalahan objek hak;
5. Kesalahan jenis hak;
6. Kesalahan perhitungan luas;
7. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah;
8. Data yuridis atau data data fisik tidak benar; atau
9. Kesalahan lainnya yang bersifat administratif

II. Gugat di Pengadilan Tata Usaha Negara

Sertifikat tanah merupakan salah satu Keputusan Tata Usaha Negara (“KTUN”) sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”). Untuk membatalkan suatu KTUN, dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa terdapat jangka waktu untuk menggugat Keputusan TUN, yaitu 90 (Sembilan puluh) hari sejak diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat TUN, sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU 5/1986, sebagai berikut:

“Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.”

III. Pembatalan Berdasarkan Putusan Pengadilan

Pembatalan hak atas tanah juga dapat terjadi karena melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Surat keputusan pembatalan hak atas tanah menurut Pasal 104 ayat (2) Permen Agraria/BPN 9/1999, diterbitkan apabila terdapat:
1. cacat hukum administratif; dan/atau
2. melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Berdasarkan ketentuan Pasal 104 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999, yang menjadi objek pembatalan hak atas tanah meliputi:
1. surat keputusan pemberian hak atas tanah.
2. sertifikat hak atas tanah.
3. surat keputusan pemberian hak atas tanah dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.

Dari rumusan di atas, Hasan Basri Nata Menggala & Sarjita dalam buku Pembatalan dan Kebatalan Hak atas Tanah menyimpulkan bahwa (hal. 27):
pembatalan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bermaksud untuk memutuskan, menghentikan atau menghapus suatu hubungan hukum antara subjek hak atas tanah dengan objek hak atas tanah;
 1. jenis/macam kegiatannya, meliputi pembatalan surat keputusan pemberian hak atas tanah dan/atau sertifikat hak atas tanah;
 2. penyebab pembatalan adalah karena cacat hukum administratif dan/atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, karena pemegang hak tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam surat keputusan pemberian hak atas tanah serta karena adanya kekeliruan dalam surat keputusan pemberian hak bersangkutan.

Berdasarkan uraian di atas, ada 3 cara untuk melakukan pembatalan sertifikat hak atas tanah:

1. Meminta Pembatalan Kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan

Alasan pembatalan sertifikat hak atas tanah adalah karena adanya cacat hukum administratif, seperti kesalahan perhitungan dan luas tanah, sehingga menyerobot tanah lainnya, tumpang tindih hak atas tanah, kesalahan prosedural, atau perbuatan lain, seperti pemalsuan surat.

Hal ini dimohonkan secara tertulis kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

Lampirkan pula berkas-berkas, berupa:
A. foto copy surat bukti identitas dan surat bukti kewarganegaraan (bagi perorangan) atau fotokopi akta pendirian (bagi badan hukum);
B. foto copy surat keputusan dan/atau sertifikat;
C. berkas-berkas lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan tersebut.

 B. Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”) Keputusan Tata Usaha Negara (“KTUN”) adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Menurut hemat kami, sertifikat hak atas tanah merupakan salah satu bentuk KTUN. Yang juga perlu diperhatikan adalah batas waktu untuk menggugat ke PTUN, yaitu 90 hari sejak diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara sebagaimana diatur Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

C. Gugatan Ke Pengadilan Negeri

Setiap orang yang ingin mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum yang diatur Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan dasar dan dalil-dalil yang penggugat pikirkan dan penggugat nilai merugikan, seperti contohnya, Anda menjual sebidang tanah kepada pembeli dan pembeli tersebut belum membayarkan sepenuhnya kepada Anda, namun sudah mengajukan proses balik nama sertifikat tanah.

Namun perlu Anda ingat bahwa ada masa daluwarsanya, karena permohonan pembatalan atau gugatan ke pengadilan hanya dapat diajukan maksimal 5 tahun sejak terbitnya sertifikat, sebagaimana diatur Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi:

Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

Namun daluwarsa tidak mutlak selama bisa dibuktikan bahwa perolehan tanah tersebut dilakukan tidak dengan iktikad baik.

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Undang–Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang telah diubah kedua kali dengan Undang–Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
  4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
  5. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
Referensi:
Hasan Basri Nata Menggala & Sarjita. Pembatalan dan Kebatalan Hak atas Tanah. Yogyakarta: Tugujogja Pustaka, 2004.

*Alamat Kantor :
Jl. Pelita No.mor 25, Tamansari Indah, Tamansari, Kec. Bondowoso, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur 68216

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages