ARTI, DEFINISI, DAN UNSUR-UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM UU ITE





ARTI, DEFINISI, DAN UNSUR-UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM UU ITE


Setiap manusia sudah barang tentu memiliki nilai luhur yang senantiasa dijunjung tinggi. Tiap insan tentu memiliki serta melekat erat dengan kehidupannya, harga diri dan kehormatan. Demikianlah dalam Negara hukum Indonesia, nilai-nilai tersebut dilindungi dengan diatur sedemikian rupa agar nilai luhur, kehormatan, dan harga diri tetap terjamin.

Regulasi demikian dapat kita temui dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Diantaranya Kitab Undang-undanng Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kesemuanya melindungi dan menjamin bebasnya seseorang dari pencemaran nama baik. Marak sekali kita temui dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat dan hidup dalam lingkup social.


Pencemaran nama baik dengan lisan ataupun ucapan diatur dalam Pasal 310 (1) KUHP, secara lengkap berbunyi:

“Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Sedangkan pencemaran nama baik melalui  informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik diatur dalam UU ITE sebagai lex specialis dari ketentuan pendahulu yakni Pasal 310 ayat (1) Kitab  Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).  Beberapa pasal yang mengatur mengenai pencemaran nama baik dalam UU ITE, diantaranya:

Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah sebagai berikut:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah sebagai berikut:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”

Sedangkan ancaman pidana dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE ini diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU ITE, yang berbunyi:

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”

Ancaman pidana atas Pasal 28 ayat (2) UU ITE, adalah diatur dalam Pasal 45A ayat (2) UU ITE, yakni:

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut. Dalam putusan tersebut dipertimbangkan:

“Bahwa terlepas dari pertimbangan Mahkamah yang telah diuraikan dalam paragraf terdahulu, keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut, harus juga diperlakukan terhadap perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, sehingga Pasal a quo juga harus ditafsirkan sebagai delik yang mensyaratkan pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut di depan Pengadilan.”

Menurut Adami Chazawi, mengenai penjelasan unsur-unsur Pasal 310 KUHP (dalam konteks materi tulisan ini bertalian dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE), adalah sebagaimana  berikut:

a. Unsur Subjektif: Sengaja dan Maksud

Kejahatan pencemaran terdapat dua unsur kesalahan, yakni sengaja (opzettelijk) dan maksud atau tujuan. Walaupun dalam doktrin, maksud itu adalah juga kesengajaan (dalam arti sempit), yang disebut dengan kesengajaan sebagai maksud. Tetapi, fungsi unsur sengaja dan unsur maksud dalam pencemaran berbeda. Sikap batin “sengaja” ditujukan pada perbuatan  menyerang kehormatan atau nama baik orang (perbuatan dan objek perbuatan). Sementara sikap batin “maksud” ditujukan pada unsur “diketahui oleh umum” mengenai perbuatan apa yang dituduhkan pada orang itu.

Maka unsur yang diliputi oleh sengaja adalah unsur-unsur berikut ini:
1)    Perbuatan menyerang
2)    Objek: kehormatan atau nama baik orang
3)    Dengan menuduhkan suatu perbuatan tertentu.

b. Perbuatan Menyerang

Perbuatan menyerang (aanranden), tidaklah bersifat fisik, karena terhadap apa yang diserang (objeknya) memang bukan fisik tapi perasaan mengenai kehormatan dan perasaan mengenai nama baik orang.

c. Objek: Kehormatan Dan Nama Baik Orang

Objek yang diserang adalah rasa/perasaan harga diri mengenai kehormatan (eer), dan rasa/perasaan harga diri mengenai nama baik (goedennaam) orang. Rasa harga diri adalah intinya objek dari setiap  penghinaan, yang menurut Wirjono Projodikoro adalah menjadikan ukuran dari penghinaan. Rasa harga diri dalam penghinaan adalah rasa harga diri dibidang kehormatan, dan rasa harga diri di bidang nama baik.

d. Caranya: Dengan Menuduhkan Perbuatan Tertentu.

Di atas telah diterangkan bahwa perbuatan menyerang ditujukan pada rasa harga diri atau martabat (mengenai kehormatan dan nama baik) orang, dengan menggunakan kata/kalimat melalui ucapan, caranya dengan menuduhkan suatu perbuatan tertentu. Jadi yang dituduhkan si pembuat haruslah merupakan perbuatan tertentu, dan bukan hal lain misalnya menyebut seseorang dengan kata-kata yang tidak sopan, seperti bodoh, malas, anjing kurapan dan lain sebagainya.

e. Unsur Terang Supaya Diketahui Umum.

Bahwa pada unsur ini, Terdakwa I dan Terdakwa II yang beriktikad melakukan permintaan maaf dan klarifikasi atas hal yang menimpa anaknya, mendatangi rumah kediaman saksi Sarkawi yang saat itu duduk sendirian di ruang tamu.














http://www.pengacaranusantara.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages