MEMFITNAH DENGAN DENGAN PENGADUAN PALSU, UNSUR PASAL 317 KUHP






 MEMFITNAH DENGAN DENGAN PENGADUAN PALSU, UNSUR PASAL 317 KUHP



Ancaman pidana mengenai perbuatan pencemaran nama baik dengan surat kepada penguasa secara spesifik diatur dan berlaku sebagaimana dalam Pasal 317 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 317 (1) KUHP sebagaimana berbunyi:

Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.


Berdasarkan pasal 317 (1) KUHP tersebut maka terdapat beberapa unsur yang harus terpenuhi yaitu:

  1. Unsur Barang Siapa;
  2. Unsur dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu Kepada Penguasa;
  3. Unsur Secara Tertulis Maupun Untuk Dituliskan ;
  4. Unsur Kehormatan Atau Nama Baiknya Terserang;


Bahwa yang dimaksud barang siapa pada unsur ini adalah siapa saja, orang perseorangan sebagai subjek hukum dari pelaku suatu perbuatan hukum pidana yang memenuhi syarat hukum untuk dimintai pertanggungjawaban pidana atas perbuatan pidana yang telah terbukti dilakukannya. Frasa barang siapa juga mengandung arti “setiap orang yang menjadi pendukung hak dan kewajiban, melakukan tindak pidana yang dapat dipertanggungjawabkan kepadanya”.

Berdasarkan pengertian ini, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa untuk dapat dikatakan terbukti secara sah dan meyakinkan, terlebih dahulu Terdakwa harus memenuhi syarat-syarat :
  1. Orang Yang Menjadi Pendukung Hak Dan Kewajiban ;
  2. Melakukan Tindak Pidana ;
  3. Tindak Pidana Itu Dapat Dipertanggungjawabkan Kepadanya ;

Dalam pandangan unsur sengaja pada pasal 317 KUHP, Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 198) mengatakan:

Perbuatan ini dinamakan mengadu secara memfitnah. Pengaduan atau pemberitahuan yang diajukan itu, baik secara tertulis, maupun secara lisan dengan permnintaan supaya ditulis harus sengaja palsu. Orang itu harus mengetahui benar-benar bahwa apa yang ia adukan pada pembesar tidak benar; sedang pengaduan itu akan menyerang kehormatan dan nama baik yang diadukan itu. Pengaduan atau pemberitahuan yang keliru atau kurang betul (tidak sengaja) tidak dihukum.

Perbuatan ini sengaja bukan untuk mengelabui mata pembesar yang berwajib, akantetapi ditujukan untuk menyerang nama baik orang biasa, sehingga dibutuhkan pengaduan dari orang itu untuk menuntut (delik aduan). Bila orang ini seorang pegawai negeri yang sedang menjalankan tugasnya yang sah, hal ini tidak perlu memakai pengaduan (bukan delik aduan).

Bahwa untuk dapat dihukum dengan pasal 317 ini haruslah terpenuhi unsur kesengajaan yang nyata, sebagaimana menurut R. Soesilo “Orang itu harus mengetahui benar-benar bahwa apa yang ia adukan pada pembesar tidak benar”.

R Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal 195), menerangkan bahwa, “menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang ini biasanya merasa “malu” “Kehormatan” yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksuil, kehormatan yang dapat dicemarkan karena tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.

Tidak dapat dipisahkan atara unsur kehormatan atau nama baik dengan korban pemilik kehormatan atau pemilik nama baik yang mendapat dampak kejahatan ini. Pencemaran nama baik merupakan delik aduan, sehingga tidak dapat dituntut apabila tidak ada yang mengadukan berasal dari korban langsung. Hal demikian diatur dalam pasal 319 KUHP berbunyi: “Penghinaan yang diancam dengan pidana menurut bab ini, tidak dituntut jika tidak ada pengaduan dari orang yang terkena kejahatan itu, kecuali berdasarkan pasal 316 ”.

Bahwa seseorang yang merasa kehormatan atau nama baiknya dicemarkan dapat melaporkan kasusnya ke pihak kepolisian. Dalam pasal 72 KUHP ayat (1) dijelaskan: Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, dan orang itu umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi belum dewasa, atau ia selama berada di bawah pengampuan yang disebabkan oleh hal lain daripada keborosan, maka wakilnya yang sah dalam perkara perdata yang berhak mengadu.

Maka menurut ketentuan ini, yang dapat mengadukan adalah:
a.       Korban secara langsung.
b.      Untuk anak yang belum cukup umur, orang tua kandung, angkat dan wali.

Dalam unsur ini tidak bisa dipisahkan unsur korban yang menderita secara langsung atas perbuatan fitnah seseorang terhadapnya, sehingga korban mendapatkan kerugian tercemarnya kehormatan dan nama baiknya. Sungguhpun apabila benar terjadi fitnah atas kehormatan dan nama baik namaun suatu aduan diadukan oleh bukan korban (delik aduan) maka pada prinsipnya delik ini tidak dapat terpenuhi dan pula tidak dapat dituntut.
















Http://www.pengacaranurantara.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages