DISKURSUS PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA KORUPSI, ASUSILA, DAN NARKOBA DALAM PEMILU LEGISLATIF






DISKURSUS PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA KORUPSI, ASUSILA, DAN NARKOBA DALAM PEMILU LEGISLATIF

Oleh: DEDI RAHMAN HASYIM, S.H., M.H. *

Menyongsong momen pesta demokrasi tahun 2019 mendatang, publik rupanya menyimpan tandatanya besar tentang kepastian hukum larangan dalam hal pencalonan mantan narapidana korupsi, asusila, dan narkoba dalam kontestasi politik pemilihan umum Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Kontras dengan ketentuan-ketentuan yang mendahului Komisi Pemilihan Umum (KPU) memandang perlu larangan pencalonan mantan narapidana dalam pemilu legislatif. KPU secara resmi menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019 pada Sabtu (30/6/2018) lalu. 


Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan memandang peraturan yang melarang mantan narapidana maju dalam pemilu legislatif tersebut tidak bertentangan dengan Undang-undang Pemilu. Bahkan ia menegaskan melalui PKPU tersebut akan ada instrumen-instrumen yang dibuat untuk memastikan mantan narapidana tidak bisa mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.

Jika dibandingkan, peraturan perundang-undangan yang spesifik mengatur terkait ihkwal pemilihan umum legislatif tersebut telah diatur dalam Undang-undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, di dalamnya tidak terdapat larangan bagi mantan narapidana untuk mencalonkan diri sebagai calon DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Bahkan sebelum UU Pemilu dan PKPU tersebut disahkan, pelarangan dalam konteks pencalonan mantan narapidana pernah dipersoalkan. Pada tahun 2015 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus melalui putusan MK nomor 42/PUU-XIII/2015. Dalam putusan tersebut MK mengabulkan permohonan agar pasal 7 huruf g Undang-undang nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah dibatalkan. Pasal yang diuji tersebut memuat ketentuan bahwa mantan narapidana dilarang ikut pilkada.

Teranyar, Mahkamah Agung (MA) telah memutus perkara uji materi atas beberapa pasal dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. Mahkamah Agung berlandaskan tidak adanya larangan eks napi dalam pencalonan legislatif sebagaimana diatur dalam dalam UU Pemilu, mengabulkan permohonan uji materi atas beberapa pasal pada PKPU Nomor 20 Tahun 2018, maka dengan putusan tersebut pasal-pasal yang telah dibatalkan dalam tidak dapat diberlakukan dan mantan narapidana bebas mencalonkan diri dalam pemilu legislatif.

Dengan putusan MA tersebut, gejolak sosial dan politik mencuat ke permukaan. Dalam pihak yang pro dan setuju, memandang putusan MA telah tepat dan telah memenuhi prinsip kepastian hukum. Bagi pihak yang berbeda, putusan MA dinilai tidak memenuhi prinsip keadilan dan kemanfaatan hukum.

Sejatinya, dangan paradigma yang lebih sederhana keikut sertaan mantan narapidana dalam kontestasi politik merupakan hal yang sah, sebab mantan narapidana adalah sama dengan masyarakat biasa dan mantan narapidana tetap memiliki hak yang sama sebagaimana dilindungi Undang-undang Dasar Tahun 1945. Mantan narapidana tetaplah warga negara yang statusnya telah menjalani hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan telah kembali ke masyarakat untuk menjadi warga yang bebas dan merdeka.

Diperbolehkannya mantan narapidana dalam kontestasi politik harus dilepas dari kepentingan-kepentingan yang memicu gejolak sosial dan politik, norma tersebut tidak dapat diartikan sebagai pelegalan perbuatan pidana, namun lebih merupakan identitas bangsa yang tunduk pada prinsip perlindungan hak. Kedepannya, perlu suatu teknis yang mengatur secara spesifik dan rinci tentang “keterbukaan dan kejujuran mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana” sebagaimana diatur dalam Pasal 240 ayat (1) UU Pemilu, sehingga proses kontestasi politik berjalan dengan benar-benar terbuka dan khalayak masyarakat dapat menentukan pilihan cerdas antara calon legislatif yang benar bersih dan calon legislatif  yang merupakan mantan narapidana.

* Penulis adalah Praktisi Hukum
   Pengacara / Advokat
   Pimpinan Umum Lembaga Bantuan Hukum Adikara Pancasila Indonesia (LBH API)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages