DIALEKTIKA JERAT HUKUM DALAM PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI


DIALEKTIKA JERAT HUKUM DALAM PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI


Dedi Rahman Hasyim Pengacara Terbaik
Penulis: Dedi Rahman Hasyim, S.H., M.H. *



Selama ini masyarakat Indonesia yang secara notabene merupakan Negara berkembang, masih secara perlahan beradaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi sebagaimana kebebasan akses informasi dan komunikasi internet. Pada satu sisi teknologi amat membantu dan bermanfaat dalam setiap lini kehidupan, namun di sisi lain teknologi merupakan tantangan besar bagi masyarakat Negara berkembang.

Tercatat dalam laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia ( APJII), setidaknya Lebih dari 50 persen atau sekitar 143 juta orang telah terhubung jaringan internet dari total jumlah polulasi penduduk Indonesia yang saat ini mencapai 262 juta orang. Persentase yang besar tersebut ternyata tidak berbanding lurus dengan pemanfaatan internet secara efisien dan positif. 
Memang benar dalam sisi positif, apabila dipergunankan dengan bijak, internet mampu mendorong perkembangan ekonomi, pengembangan metode pendidikan, perkembangan sosial-budaya, kemudahan akses informasi, dan lain-lain.
Namun pada poros yang berbeda, penggunaan internet di Indonesia masih kontra produktif. Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia ( APJII) penggunaan internet terbesar di Indonesia adalah untuk komunikasi dan percakapan (chatting) yakni sebesar 89,35 persen, sedangkan penggunaan untuk bidang lain masih amat minim dan kecil, belum lagi penggunaan internet secara negatif yang tentu berdampak destruktif.

Dalam kacamata hukum, penggunaan internet baik akses informasi maupun transaksi elektronik sedianya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008  dan saat ini telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik informasi transaksi-elektronik (UU ITE).


Peliknya, s
ejak disahkan dan diundangkan, UU ITE telah memakan banyak “korban”. Dalam data yang disampaikan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Senin (31/7). Terhitung telah terjadi kejahatan siber yang ditangani Polri sebanyak 4.931 kasus pada kurun waktu tahun 2016,. Sementara pada 2017 terjadi peningkatan menjadi 5.061 kasus.

Fenomena-fenomena sebagaimana dalam paparan data demikian menunjukkan ketidaksiapan masyarakat Indonesia dalam menyongsong era digital. Perlu tindak lanjut yang sistematis dengan peran pemerintah dan peran kontrol sosial dengan berbagai tahapan sosialisasi untuk membuka wawasan khalayak atas peran guna positif teknologi dan akses internet. Sebab tidak mungkin membatasi bahkan menutup akses masyarakat atas akses informasi dan transaksi elektronik.
Sudah saatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Internet dapat memberikan manfaat besar bagi pendidikan, penelitian, ekonomi, bisnis, dan aspek kehidupan yang lain. Kenali hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hindari jerat hukum yang sanantiasa mengintai, mari lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

* Penulis adalah Advokat / Pengacara, Sekretaris Peradi Bondowoso.
   Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum Adikara Pancasila Indonesia (LBH API)
   Ketua Lembaga Bantuan Hukum Ansor Bondowoso
   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages